Senin, 18 Februari 2019

Terkadang Sosial Media Itu Beda Dengan Kehidupan Nyata


Sumber: Pinterest

Lagi-lagi postingan tentang sosial media. Karena masih ada lho orang-orang yang bersosial media dengan belum bijak. Kenapa gw bilang begitu? Karena menurut gw orang-orang itu adalah sekelompok orang-orang yang belum paham kalau postingan di sosial media tidak selamanya berkaitan apa yang terjadi di dunia nyata. Gw pernah posting tentang sosial media adalah lahan subur untuk menebar bibit kebencian. Beberapa orang ada yang sepakat, karena akhir-akhir ini banyak akun fake yang posting apapun yang mereka mau, meskipun itu sebenarnya adalah ujaran kebencian. Mereka menggiring opini orang lain untuk sepemikiran dengan mereka. Tapi ada juga lho orang-orang yang justru membuat opini mereka sendiri dan pada akhirnya muncul rasa “tidak nyaman” terhadap seseorang atau kelompok tertentu.

Sosial media memang diciptakan untuk eksistensi, kita bebas untuk menyebarkan kebahagiaan ataupun kesedihan dengan alasan tertentu. Tujuannya apa sih? Ya eksistensi. Supaya orang lain tahu. Tapi menurut gw ada banyak sudut pandang dari setiap postingan yang kita buat. Mari kita ulas komponennya. Disini gw ambil contoh Instagram ya, bisa feeds atau story. Dari satu postingan saja, apa sih yang bisa kita share?
  1. Foto/video/audio
  2. Tulisan
  3. Lokasi/waktu
  4. Moment nya. (dengan mention atau hastag)
Dari keempat hal diatas, haruskah kita posting semuanya, wajibkah kita buat check list setiap kita mau posting sesuatu? Jelas aja enggak. Maksudnya gimana sih?
Foto
Kita bisa posting foto (doang) tanpa embel-embel apapun. Bisa? Ya bisa. Boleh? Ya boleh aja.

Tulisan
Pernah gak kalian lihat foto selfie tapi captionnya kata-kata bijak? Pernah pasti. Bisa? Ya bisa. Boleh? Ya boleh aja.

Lokasi/waktu
Pernah gak sih kalian #latepost misalkan foto liburan cuma buat sekedar iseng atau #throwback. Posting aah… padahal kalian lagi ada di kantor. Bisa? Ya bisa. Boleh? Ya boleh aja.

Moment
Pernah gak kalian posting sesuatu cuma buat nunjukin “gw lagi jalan sama mereka lho” atau “kita kan jarang bisa jalan bareng, share aah…” kemudian teman kalian yang lain repost?. Tanpa sebut lokasi, tanpa sebut waktunya kapan, dan tanpa tulisan apapun yang bisa menggiring opini orang lain. Bisa? Ya bisa. Boleh? Ya boleh aja. Tapi justru ini sih yang bisa bikin bahaya.

Balik lagi ke awal, bahwa gak semua hal yang kita lihat di sosial media adalah representasi kehidupan individu in real life. Yah, walaupun ada juga sih yang begitu, tapi kan gak semua orang punya level eksistensi yang sama. Terkadang kita cuma mau share moment dengan sahabat-sabahat kita, tapi malah diartikan lain oleh followers kita.

Misalnya aja ya, ada orang share foto lagi di TMII anjungan Bali. Dengan caption: Bali
“Ih, sok-soan foto di Bali padahal di TMII.”
Lah, bener lah itu emang lagi di Bali, anjungan Bali. Masa mau tulis: Jawa Tengah?
Yang salah itu kalau yang posting itu nulisnya: Pulau Bali. Ini baru pembohongan publik.

Terus misalnya lagi ada orang share foto lagi di TMII (masih di anjungan bali), tanpa caption apapun, cuma mention akun Instagram teman-temannya.
“Ih, sok-soan foto di Bali padahal di TMII.”
Tolong jangan selalu berpikiran negatif, gak semua orang di dunia ini palsu. Gak semua orang di dunia ini suka menggiring opini atau menciptakan citra tertentu untuk dirinya atau kelompoknya. Mungkin dia cuma mau share moment kebahagiaan karena akhirnya bisa jalan bareng teman-temannya, atau mungkin ini moment pertama dan terakhir buat mereka bisa jalan bareng dan gak tau lagi kapan bisa jalan-jalan begitu walaupun cuma ke TMII. Kan kita gak tau ya. Lalu siapa yang justru sekarang menggiring opini?

Kenapa sih masih ada yang masih belum sadar soal yang kayak gini?

Menurut gw ya, karena belum adanya pendidikan usia dini tentang gimana kita bersosial media. Kita selalu diajarkan tatakrama, sopan santun, kejujuran, prasangaka positif untuk kehidupan nyata, bukan di sosial media.
“Ada pakde tuh, cium tangan dulu sana.”
“Ayo ngaku siapa yang mecahin vas bunga? Jujur!”
“Gak boleh ngomong gitu sama orang tua.”

Belum ada ajaran seperti ini:
“Dia cuma mau share moment aja. Biarin aja uang dia ini..”
“Kalau komen di postingan orang itu jangan menghujat”

Ya karena belum ada pelajaran bersosial media (atau mungkin gw yang gak tahu) maka orang-orang maha benar itu bersosial media dan kemudian menarik kesimpulan hanya berdasarkan asumsi mereka sendiri. Komen untuk hal yang gak perlu dikomen, kepo tentang sesuatu yang bukan urusan kita, dan lain sebagainya.

Lalu, ngapain sih kita berasumsi sendiri dan berusaha untuk menyebarluaskan ke khalayak yang akhirnya malah jadi dosa buat kita?

Banyak yang bilang, termasuk gw juga setuju bahwa intensitas pertemanan bukan digambarkan dengan saling follow di Instagram atau berteman di facebook. Pertemanan yang baik ya pertemanan yang saling aktif berkomunikasi, dan satu hal yang penting menurut gw adalah sosial media belum menjadi alat yang ideal untuk berkomunikasi secara baik.

Sekian. 😊

Jumat, 15 Februari 2019

Aw [kw] ard


Jadi ceritanya kemarin ada perayaan tahun baru di AEON. Acara ini diisi dengan doa, sedikit hiburan dari perwakilan store, diakhiri dengan makan bersama. Acara ini dihadiri juga oleh perwakilan AEON dari negara-negara lain. Dan gw termasuk hadirin dari AEON Indonesia.

Taraaaa... Gw terpilih sebagai The most social media person of 2018. Gak ngerti penilaiannya dari mana. Ekspresi gw waktu nama gw disebut cuma:
"What?... Are you kidding me?"
Sampe MC nya nyamperin gw buat ngajak gw ke atas panggung.

Balik ke tempat duduk, pertanyaan temen-temen gw juga gak kalah bingungnya:
"Emang lu anak sosmed banget ya?"
"Followers lu berapa?"
"Udah open endorse?"
Dan pertanyaan lain yang mempertanyakan kelayakan gw atas award ini karena mereka berekspektasi pemenangnya adalah orang yg gak kalah eksis sama awkarin (maybe). Semua orang bingung termasuk diri gw sendiri. Entah lah. Bisa dilihat feeds ig gw jauh dari kata bagus. Gw cuma posting apa yang gw mau posting, bukan posting yang harus mikir apa yang mereka suka..

Yang menang Zulfahmi dari Myanmar kali nih.. apa Zulfahmi dari Vietnam gitu?

Gw sempet mikir mungkin pertimbangannya karena gw selalu mengampanyekan #stopthewar atau #spreadlovenohate. Atau karena gw berani komen di lambe turah pake akun asli gw? Hahahaha... Mungkin gak sih panitianya mikir sampe sejauh itu?

Apapun itu gw cuma mau bilang terima kasih. Makasih buat followers gw yang ngeliat doang tapi gak ngelike (btw gw tau lhoo.. wkwkwk). Makasih juga buat followers atau visitor yang konsisten buat ngelike postingan gw.

Terakhir. Indonesia, ini dedikasiku untukmu. 🇮🇩🇮🇩🇮🇩

🤗🤗🤗

Note: sebagian dari postingan ini adalah improvisasi ditambah sedikit kehaluan.

*****
Hari ke: 18
@30haribercerita #30hbc #30hbc19 #30hbc1919
📷: me
*****

Personal Branding


Beberapa waktu yang lalu, gw pergi ke toko buku dan menemukan buku yang cukup menarik, yaitu bagaimana kita membangun sebuah personal branding lewat menulis. Dikatakan bahwa salah satu cara untuk membangun personal branding itu adalah lewat menulis blog.

Sebelum kita berekspektasi terlalu tinggi untuk membangun sebuah personal branding dan terlepas untuk tujuan apa, menurut gw blog memang sebuah wadah yang membuat kita jujur dengan diri sendiri. Di awal-awal kita menulis blog, gaya tulisan kita biasanya akan terpengaruh dengan gaya penulis favorit kita, atau bacaan apa yang terakhir kita baca. Namun lambat laun, dengan semakin seringnya kita menulis dan semakin banyaknya referensi maka kita akan menemukan jati diri kita dalam sebuah tulisan. 

Ke arah mana tulisan kita? 
Fiksi?
Atau nonfiksi?
Narasi? 
Atau eksposisi?

Branding bukan untuk memanipulasi dan bukan sebagai pembungkus walaupun "bungkusan" tersebut termasuk ke dalam salah satu komponen personal branding. Sebuah brand yang kuat tercipta karena tidak menutupi sesuatu dan tidak dibentuk secara paksa.

👀: kompas edukasi

😊😊😊

*****
Hari ke: 15
@30haribercerita #30hbc #30hbc19 #30hbc1915 #blog #personalbranding
📷: me
*****

Transportasi Publik


Transportasi publik saat ini sudah cukup baik jika kita bandingkan dengan beberapa tahun yang lalu. Yang cukup banyak mengalami perkembangan menurut gw pribadi adalah Kereta Rel Listrik (KRL). Sebagai pengguna setia KRL, gw melihat banyak hal yang dilakukan oleh pengelola sistem per-KRL-an seperti revitalisasi stasiun, dan banyak pemugaran stasiun si wilayah operasional KRL Jabodetabek.

KRL ini menjadi alternatif transportasi publik disamping transportasi darat lainnya. Alasannya sederhana, murah dan bebas macet. Yah walaupun kadang ada saja gangguan sinyal yang frekuensinya meningkat saat musim penghujan. Namun tidak menghalangi minat masyarakat dengan sistem transportasi yang menggunakan tiket elektronik ini. Mereka rela berdesakan (walaupun terkadang tidak manusiawi) demi sampai di tempat tujuan.

Ada dua tipe penumpang KRL
1. Pejuang tempat duduk. Mereka akan melakukan apapun demi mendapatkan tempat duduk, rebutan masuk kereta, dorong-dorongan walaupun hanya bisa duduk di ujung kursi, menyempil dengan penumpang lain.
2. Penumpang yang apa adanya. Bisa duduk ya Alhamdulillah, harus berdiri yah yaudah.

Mendapatkan tempat duduk dan bisa duduk dengan nyaman adalah anugerah bagi penumpang KRL di jam sibuk. Dalam perjalanan, biasanya mereka sambil mengisi kembali energi mereka yang terkuras setelah lelah bekerja. Diluar tempat duduk prioritas, sebetulnya baik pria dan wanita sama-sama punya hak untuk duduk. Karena semua manusia normal juga butuh waktu untuk istirahat. Tinggal hati nurani yang "bermain" disini.

🤗🤗🤗

*****
Hari ke: 14
@30haribercerita #30hbc #30hbc19 #30hbc1914 #publictransportation
📷: me
*****

Stasiun Sudirman



Ada aturan tak tertulis disini. Yaitu ketika kereta sampai, maka penumpang akan berhamburan, berloma-lomba siapa yang paling cepat untuk keluar kereta menuju pintu keluar stasiun. Mereka yang berpakaian rapi ala orang kantoran, tampak berwibawa, dalam beberapa detik akan berubah bak zombie yang kelaparan. Mereka akan kompak mengumpat penumpang yang menghalangi jalan mereka keluar dari kereta.
"TURUN DULU WOY! YANG DI DEPAN PINTU TURUN DULU!!"
"TURUN DULU!!"
"TURUN DULU!!"

Bagi penumpang yang belum sampai di stasiun tujuannya, turun dari kereta sebentar untuk memberikan jalan kepada para anak Sudirman itu adalah keputusan yang terbaik.

Di sore hari, stasiun ini akan penuh sesak dengan "anak Sudirman" yang hendak kembali ke rumah masing-masing. Peron 1 dan 2 akan penuh dengan manusia yang terlihat semerawut seperti laron. Peron yang tidak terlalu luas, tidak adanya kipas angin, dan jumlah penumpang yang terus bertambah setiap detiknya adalah pengalaman indah bagi anak Sudirman.

Kenapa stasiun ini begitu ramainya?
Bisakah kesemerawutan ini sedikit diurai?
Yang terpikirkan adalah, bagaimana jika semua stasiun di Jakarta diubah saja namanya menjadi Stasiun Sudirman?

😂😂😂

*****
Hari ke: 12
@30haribercerita #30hbc #30hbc19 #30hbc1912 #30hbc19jika #stasiun #sudirman #stasiunsudirman
📷: me
*****

Manusia


🐠: Dalam ekosistem di bumi ini, kita sebagai apa sih?
🐡: Manusia?
🐠: Kapan kita disebut sebagai manusia?
🐡: ...

🐠: Saat kita lahir, kita disebut sebagai bayi. Masuk usia 7 tahun dan bersekolah, kita disebut sebagai siswa. Saat wisuda pun kita disebut sebagai wisudawan, (masih) tidak disebut manusia. Saat kita punya anak maka kita akan disebut sebagai Ayah atau Ibu. Bahkan saat kita meninggal, kita disebut sebagai jenazah. Lalu kapan secara gamblang kita akan disebut sebagai manusia?

🐡: Di kitab suci, kita disebut manusia. Di buku pelajaran, kita disebut manusia.

🐠: Jadi, apakah hanya tuhan dan ilmuan yang menganggap kita sebagai manusia? Apakah kita hanya sesosok makhluk tanpa arti dari kingdom Animalia dan filum chordata?

🐡: ...

🙆‍♂️🙆‍♂️🙆‍♂️

*****
Hari ke: 10
@30haribercerita #30hbc #30hbc19 #30hbc1910 #manusia
📷: me
*****

Maaf Sekadar Mengingatkan


Mohon maaf, bukan sekedar tapi sekadar. Maaf sekadar mengingatkan.

Jadi, Sekedar atau sekadar?
Ini hasil riset singkat gw:
Ternyata, 'sekedar' adalah bentuk tidak baku dan 'sekadar' adalah bentuk bakunya.

Penasaran, gw pun googling dan ini hasilnya:

***
Bahasa baku adalah ragam bahasa yang diterima untuk dipakai dalam situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat-menyurat, dan rapat resmi. Bahasa baku umumnya ditegakkan melalui kamus (ejaan dan kosakata), tata bahasa, pelafalan, lembaga bahasa, status hukum, serta penggunaan di masyarakat (pemerintah, sekolah, dll).

Di Indonesia, bahasa baku tidak dapat dipakai untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk komunikasi resmi, wacana teknis, pembicaraan di depan umum, dan pembicaraan dengan orang yang dihormati. Di luar keempat penggunaan itu, dipakai ragam takbaku.

***

So, wajibkah kita menggunakan bahasa baku di instagram, yang notabene bukanlah sebuah forum resmi?

Menurut gw, bahasa berfungsi sebagai sarana komunikasi mempunyai fungsi utama ialah penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Jadi selama fungsi bahasa itu masih berjalan menurut gw gak perlu dipermasahkan bahasa apa yang digunakan. Bahasa baku atau tidak baku. Termasuk sekedar, atau sekadar. Dua duanya benar kok tergantung situasinya.

👀: wikipedia
Nb: yang lebih paham bahasa tolong koreksi ya.

🤗🤗🤗

*****
Hari ke: 9
@30haribercerita #30hbc #30hbc19 #30hbc1909 #maafsekadarmengingatkan
📷: Pinterest (ceritanya lagi ngetawain netizen)
*****

Pencitraan


Ah, itu mah pencitraan...

Dunia maya atau sosial media tak ubahnya taman di dalam akuarium. Semua bisa diatur. Tumbuhan disana, terumbu karang disini. Batu warna ini bagus, pasir yang itu kurang cocok. Semua bisa diatur oleh si empunya akuarium.

Dia enak ya, hidupnya bergelimang harta. Dia kasihan ya, makan seadanya. Dia miris ya, statusnya galau terus. Semua bisa diatur kalau kamu mau.

BPJS. Budget Pas-pasan Jiwa Sosialita. Jangan sampe ya. Tapi kalau memang mampu ya gapapa banget. Seru kan bisa bagi momen kebahagiaan sama orang lain?

🤗🤗🤗

*****
Hari ke: 7
@30haribercerita #30hbc #30hbc19 #30hbc1907 #pencitraan
📷: Pencitraan gw hari ini
*****

Rotiboy


Rotiboy adalah produk roti asal Malaysia yang didirikan pada bulan April 1998 di Bukit Mertajam, Penang oleh Hiro Tan mantan dosen di bidang ekonomi yang kemudian memutuskan untuk membuka usaha toko roti sendiri dengan menawarkan roti dengan model tempurung dan berkulit renyah dengan rasa mentega yang khas. Di Indonesia, Rotiboy didatangkan oleh empat srikandi yang berhasil meyakinkan Hiro Tan untuk memberikan hak waralabanya setelah melalui proses yang panjang, hingga satu tahun.

Di Malaysia, Rotiboy cukup digandrungi. Bahkan ada beberapa toko roti yang mencoba meniru rasa dan bentuk yang mirip Rotiboy. Tak ubahnya di Malaysia, di Indonesia pun bermunculan toko roti yang meniru konsep dan rasanya.

Beberapa tahun single, sekarang Rotiboy sudah punya pendamping, ada Rotigal. Mereka dijual di outlet yang sama. Awal-awal kemunculan Rotigal ini, selalu laris manis diburu konsumen. Gw sering kehabisan. Kata mbak karyawan Rotiboy di Taman Anggrek (toko Rotiboy langganan gw waktu masih kerja di TA), Rotigal ini pasangannya Rotiboy supaya si Rotiboy gak sedih. Boy = Cowok, Gal = ceweknya.

Lewat di depan outlet Rotiboy, mustahil kalau kalian gak merasakan aroma kelezatan khas rotiboy yang memanggil-manggil kalian buat mampir. Gw gak tau itu perpaduan aroma aja. Yang pasti, aroma outlet Rotiboy itu super. Apalagi kalau musim hujan. Makan Rotiboy sambil minum teh panas itu perpaduan yang istimewa.

👀: Wikipedia

🤗🤗🤗


*****
Hari ke: 6
@30haribercerita #30hbc #30hbc19 #30hbc1906 #rotiboy
📷: Pinterest
*****

Untuk cerita yang belum selesai




Mereka menyebutnya senja. Tapi lidahku tidak cukup puitis untuk mengucapkan kata itu. Kusebut itu petang. Saat program berita di televisi telah sampai di penghujung acara, ini pertanda waktuku untuk memulai hari.

Petang, waktu untuk burung-burung camar kembali ke sarangnya, membawa berita suka cita sepanjang hari ini tentang perburuan mereka mencari makanan.

Petang, waktu untuk induk ayam membacakan dongeng ke anak-anaknya, membesarkan hati mereka bahwa mengais bumi seperti hari ini bukanlah hal yang berat. Tuhan sudah menciptakan segala sesuatunya di bumi tempat mereka berpijak.

Petang, waktu untuk para pekerja diurnal kembali ke kehidupan bersama keluarga mereka, memasang wajah berseri membawa sekotak martabak manis isi keju kesukaan si kecil.

Petang, waktu untuk diriku untuk memulai hari. Sudah ku katakan di awal bukan? Jika kau tak ingat, tak masalah. Kurasa juga Tuhan lupa sudah menciptakan diriku. Setelah kupastikan Putra, -nama putra tunggalku- sudah habis meminum susu yang kucampurkan dengan obat tidur, maka saatnya ku bersiap.

Terkadang aku bersyukur, pekerjaan yang mengharuskanku menjadi makhluk nokturnal ini tidak harus membuatku menggunakan tabir surya sepanjang hari. Sesungguhnya kulit ini adalah aset terbaikku. Terkadang. Ya, terkadang.

🌅🌅🌅



*****
Hari ke: 5
@30haribercerita #30hbc #30hbc19 #30hbc1905 #petang #senja #fiksi
📷: me
*****