Dunia yang
terus berkembang memaksa kita untuk bersosialisasi lebih luas lagi. Berbicara
soal media sosial, akan ada hal menarik untuk dibahas. Seperti halnya kita
melihat ke dalam akuarium raksasa yang berisi beranekaragam biota di dalamnya. Mereka
bercengkrama, jatuh cinta, atau bahkan saling hina.
Suatu ketika
saat gw asik membaca komentar di salah satu portal berita, ada seseorang yang
menuliskan sebuah pertanyaan dan kemudian dijawab oleh user yang lainnya:
“tanya aja sama google”. Kemudian perdebatan demi perdebatan tak terelakkan
lagi. Bahasa kasar dan nama-nama hewan tak berdosa juga ikut terbawa.
Orang tua gw
pernah berkata saat gw masih sekolah. “Belajar itu dari siapa aja. Bisa dari
buku, dari teman, atau dari lingkungan. Tapi jangan lupa bahwa kita juga butuh
guru untuk ‘meluruskan’ pandangan kita tentang ilmu baru yang kita punya.” Intinya apa? intinya kita masih butuh orang yang lebih mengerti di bidangnya.
Dewasa ini,
google seakan jendela dunia untuk kita mencari berbagai macam hal. Gw bisa
bilang kalau google ini adalah versi makro dari sosial media yang biasa kita
buka. Kita bisa mendapatkan apapun yang kita inginkan. Jutaan orang bebas berkarya.
Jutaan orang pula bebas untuk beropini. Jutaan postingan bisa kita temukan
dengan satu kata kunci. Namun dari jutaan postingan itu apakah semuanya adalah
informasi yang kita butuhkan?
Well, terkadang kita hanya ingin tahu
sesuatu secara sederhana, yang respon kita setelahnya hanya: “oh, gitu.”
Cara
sederhana untuk mendapatkan informasi itu menurut gw ya bertanya kepada orang
yang bersedia untuk ditanya, dan orang yang tahu jawabannya. Masalahnya adalah,
tidak semua orang mempunyai kriteria tersebut.
Saat kita
mendapatkan respon: “tanya aja sama google” ya jangan baper. Mari kita
kerpikir, mungkin pertanyaan kita memang pertanyaan sederhana yang jawabannya
abslolut, hanya saja kita yang malas untuk mencari. Jujur, memang agak kesal
sih jika kita ditanya tentang sesuatu yang sebenarnya bisa dicari jawabannya di
google. Contohnya saja, pertanyaannya: dimana ibukota Jepang?. Ya pasti
jawabannya Tokyo kan. Gak mungkin pindah ke Palembang atau Semarang. Hal-hal
seperti ini yang gw bilang pertanyaan yang jawabannya absolut.
Tapi… yasudah
lah ya.
Dari sisi
orang yang ditanya juga tidak ada salahnya kok untuk menjawab. Bukannya kita
juga pernah bertanya ke teman kita, alih-alih bertanya ke google.
Menurut gw
untuk memberikan edukasi kepada orang lain untuk usaha mencari tahu sendiri
perlu pendekatan dan sugesti yang baik. Kita tidak bisa mengubah sikap
seseorang dengan bahasa yang kasar. Berikan jawaban yang sopan, karena tidak
ada orang yang bersedia untuk diujar dengan sarkas. Mungkin akan lebih damai
jika kondisinya seperti ini:
T: Dimana
ibukota Jepang?
J: Tokyo.
Tapi coba cek google. Siapa tau udah pindah.
Kembali lagi
ke pribadi masing-masing. Dari sisi penanya, jadilah penanya yang cerdas.
Carilah informasi yang kalian butuhkan sebelum bertanya. Contohlah pembaca
komik tahilalats, karena sebelum bertanya, mereka selalu mencari jawabannya ke
kolom komentar. Dari sisi yang ditanya, tidak ada salahnya kok kalian jawab
kalau memang tahu jawabannya. Tahanlah diri kalian untuk meciptakan suasana
tidak nyaman. Ingat, diam adalah emas. Kalau kalian tidak ingin menjawab dan
tidak mampu menjaga ibu jari kalian untuk mengetik hal yang baik-baik, cukup
abaikan. Berarti pertanyaan itu bukan untuk kalian. Masih banyak orang berhati
baik yang memiliki kriteria yang gw sebutkan. Apa itu?
Bersedia untuk ditanya, dan tahu jawabannya.
Hidup ini
banyak pilihan. Sama seperti pilihan kalian untuk bertahan hidup atau mati bunuh
diri. Jadi orang baik atau orang jahat. Jadi netizen budiman, atau netizen
pencari perhatian. Jangan dibikin ribet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar